Muhammadiyah Butuh 42.800 Mubaligh untuk Ranting
Yogyakarta- Ketua Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus PP Muhammadiyah, Sukriyanto AR, menyatakan bahwa saat ini Muhammadiyah kekurangan mubaligh. Kalau ingin menjangkau semua ranting Muhammadiyah, total mubaligh yang dibutuhkan sebanyak 42.800 mubaligh. “Belum lagi mubaligh khusus yang mampu menjangka kaum difabel dan juga seni budaya,” terang Sukriyanto. Padahal menurutnya, tantangan tabligh saat ini sangat kompleks. Seperti tantangan materialisme, sekularisme, liberalisme, ateisme dalam berbagai macam bentuknya.
Menurut Sukriyanto dalam acara launcing Program Pendidikan Tinggi Mubaligh Muhammadiyah, Sabtu (7/06/2008) di Jogja Fish Market, selain kebutuhan total tingkat Pimpinan ranting di atas, secara rinci kebutuhan mubaligh untuk tingkat Pimpinan Wilayah sebanyak 990 mubaligh. Sedangkan untuk tingkat Pimpinan Daerah sebanyak 7760 mubaligh dan untuk tingkat Pimpinan Cabang sebanyak 30.160 mubaligh sesuai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Ranting Muhammadiyah sendiri amat banyak dan tempat dakwah Muhammadiyah ini sangat luas tersebar di seluruh Indonesia. Belum lagi kebutuhan Tabligh yang membutuhkan proses berulang-ulang dan terus-menerus. “Selain itu mubaligh juga sebaiknya tetap untuk sebuah wilayah,” terang Sukriyanto kemudian. Dari permasalah di atas, Majelis Tablgih dan Dakwah Khusus telah banyak menyelenggarakan training center dan memperbanyak pendidikan tinggi Muhammadiyah seperti yang di launching saat ini.
Harusnya Seperti Listrik
Lebih lanjut Sukriyanto menyatakan bahwa seharusnya dakwah Muhammadiyah itu seperti layaknya menghidupkan listrik. Dengan sekali pencet tombol semua jaringan akan terhubung dan hidup. “Namun sayang, saat ini masih seperti menyalakan teplok (lampu minyak, red.), sehingga Majelis Tabligh masih harus berkeliling untuk menyalakannya,” terang Sukri kemudian. Dari pandangan tersebut maka hal terpenting yang menjadi perhatian menurut Sukri adalah langkah kaderisasi. Langkah perkaderan itu berupa perkaderan jangka pendek dalam bentuk pelatihan dan kursus 3-7 hari, pelatihan jangka menengah dalam bentuk kersama dengan madrasah dan perguruan tinggi. Sedangkan dalam bentuk jangka panjang dengan kembali membangun sistem dari konsep, metode, penjenjangan, sehingga menjadi satu lembaga atau organisasi sebagaimana sebuah bangunan yang padu kalau berbasis secara rapi dan sistematis. (arif).
Sumber :www.muhammadiyah.or.id
0 komentar:
Posting Komentar